ini adalah cerita tentang pengandaian dan penyesalan.
yang datang beriringan.
tak pernah salahsatunya tertinggal atau lenyap menghilang.
dia, yang kukira selamanya akan ada bersama setiap detik cerita.
menghilang tak kasat mata.
karna kecerobohan yang tak terkira.
yang kini menyisakan derita
menyesal, mengapa dulu dia tak ku jaga
menyesal, mengapa dulu dia tak ku simpan saja, rapat. sampai tak mungkin dia menghilang.
menyesal, mengapa bisa begitu bodohnya diri sampai hilang dia yang berharga.
ah, andai saja..
andai . . .
andai . . .
mungkin dia masih disini
bersamaku, dalam diriku, menemani senyumku.
selamat tinggal, akan ku kenang dirimu selamanya dalam pengandaian dan penyesalan terdalamku :')
Randomness
Ini tulisan saya, ga penting banget jadi mending gausah dibaca
Senin, 02 April 2018
Sabtu, 30 Desember 2017
Dia si Gadis dipersimpangan jalan
Siapa gerangan gadis itu?
Kulihat ada seorang wanita, berlalu tergesa gesa. Lalu sesaat kemudian dia terdiam, menengok dan menyapu pandangan disekitarnya. Kemudian dia berlari lagi dengan cepatnya sampai terdengar bunyi nafasnya.
Kudiam saja, kuperhatikan dia.
Lelah sekali sepertinya dia berlari, dampai terpontang panting sepertinya badan perempuan itu.
Kutatap mukanya penuh keraguan, raut mukanya sedih, marah, bingung dan Takut yang teramat sangat.
Matanya keruh, menahan gemuruh emosi yang ingin pecah menjadi air mata.
Kulihat lagi dia dengan seksama, dia menoleh kearahku, menatapku dengan penuh harap seolah berteriak hatinya memohon agar aku menolongnya.
Lari lagi dia, kali ini dia berlari ke timur. nafasnya mulai memendek, kakinya sudah tak tahan lagi.
Tapi dia Belum Sampai pada tujuannya. lalu dia kembali ke arahku, berlari menuju Barat.
Kutanya dia. "Cari apa kamu?"
lalu dia menjawab, kali ini suaranya parau, hampir tak terdengar.
"aku mencari Aku" dengan putus asa dia menjawab, sembari air mata mengalir dari sudut matanya.
Seketika Tubuhku bergetar. Hatiku berdebar. Kencang. Bagai gemuruh ombak di lautan. Mataku mulai basah, memerah.
Lalu aku menatap Gadis itu sekali lagi.
Satu kali lagi, Terakhir. Sekali saja, ucapku dalam hati.
Gadis itu, yang berlari terengah-engah, kebingungan, setelah ku lihat lagi, ternyata adalah bayanganku dalam cermin.
Kudiam saja, kuperhatikan dia.
Lelah sekali sepertinya dia berlari, dampai terpontang panting sepertinya badan perempuan itu.
Kutatap mukanya penuh keraguan, raut mukanya sedih, marah, bingung dan Takut yang teramat sangat.
Matanya keruh, menahan gemuruh emosi yang ingin pecah menjadi air mata.
Kulihat lagi dia dengan seksama, dia menoleh kearahku, menatapku dengan penuh harap seolah berteriak hatinya memohon agar aku menolongnya.
Lari lagi dia, kali ini dia berlari ke timur. nafasnya mulai memendek, kakinya sudah tak tahan lagi.
Tapi dia Belum Sampai pada tujuannya. lalu dia kembali ke arahku, berlari menuju Barat.
Kutanya dia. "Cari apa kamu?"
lalu dia menjawab, kali ini suaranya parau, hampir tak terdengar.
"aku mencari Aku" dengan putus asa dia menjawab, sembari air mata mengalir dari sudut matanya.
Seketika Tubuhku bergetar. Hatiku berdebar. Kencang. Bagai gemuruh ombak di lautan. Mataku mulai basah, memerah.
Lalu aku menatap Gadis itu sekali lagi.
Satu kali lagi, Terakhir. Sekali saja, ucapku dalam hati.
Gadis itu, yang berlari terengah-engah, kebingungan, setelah ku lihat lagi, ternyata adalah bayanganku dalam cermin.
Minggu, 22 November 2015
Tak punya rumah
Aku kecewa pada mereka yang mengobral janji, menjunjung kata idealisme, bertindak 'sok' pahlawan dan katanya mengagungkan keadilan.
Aku kecewa pada mereka yang duduk disana berjilbab besar berdalih seperti orang alim berbicara bahasa qur'an namun bertindak seperti putus urat malunya.
Sudah aku gantungkan hati dan kujadikan ideologinya sebagai ideologiku. Sudah kujadikan ia sebagai 'role model'ku, sudah juga kujadikan ia sebagai idolaku.
Kecewaku ini rasanya memang pantas. Acapkali kudengar mereka berkata "A" lalu besoknya aku lihat mereka melakukan "Z" begitukah seharusnya orang alim berakhlak?
Salah, memang aku yang salah. Terlalu mudah percaya, terlalu mudah di doktrin.
Salah, salah pula pandanganku terhadap mereka, terlalu mudah aku menilai seseorang hanya karna penampilan saja
Salah, salah ku memang salahku terlalu yakin terlalu semangat dan terlalu cinta pada mereka yang berkoar-koar atasnama keadilan.
Hingga sekarang inilah yg aku rasakan, kehilangan gairah untuk kembali percaya pada mereka-mereka yang berdiri paling depan diantara barisan para demonstran.
Ah hampa.
Memang hampa hidup sebagai mahasiswa yang katanya pilar bangsa namun tak memiliki ideologi untuk ku perjuangkan.
Ideologi ku, dimana kamu berada?
Aku kecewa pada mereka yang duduk disana berjilbab besar berdalih seperti orang alim berbicara bahasa qur'an namun bertindak seperti putus urat malunya.
Sudah aku gantungkan hati dan kujadikan ideologinya sebagai ideologiku. Sudah kujadikan ia sebagai 'role model'ku, sudah juga kujadikan ia sebagai idolaku.
Kecewaku ini rasanya memang pantas. Acapkali kudengar mereka berkata "A" lalu besoknya aku lihat mereka melakukan "Z" begitukah seharusnya orang alim berakhlak?
Salah, memang aku yang salah. Terlalu mudah percaya, terlalu mudah di doktrin.
Salah, salah pula pandanganku terhadap mereka, terlalu mudah aku menilai seseorang hanya karna penampilan saja
Salah, salah ku memang salahku terlalu yakin terlalu semangat dan terlalu cinta pada mereka yang berkoar-koar atasnama keadilan.
Hingga sekarang inilah yg aku rasakan, kehilangan gairah untuk kembali percaya pada mereka-mereka yang berdiri paling depan diantara barisan para demonstran.
Ah hampa.
Memang hampa hidup sebagai mahasiswa yang katanya pilar bangsa namun tak memiliki ideologi untuk ku perjuangkan.
Ideologi ku, dimana kamu berada?
Minggu, 14 September 2014
Pertanyaan
Saya
tinggal di sebuah kota kecil yang indah dan asri, udara disana masih sangat
segar dan belum dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit. Saya diberi nama
yang sangat indah bagai bunga cantik yang sedang mekar dan siap untuk menebar keharuman
bagi sekitarnya, nama saya 'ro'. Saya adalah seorang anak yang dilahirkan
ditengah keluarga yang prestatif, ayah saya adalah seorang guru sekolah dasar
dikota kelahiran saya begitu pula ibu saya, beliau berjuang untuk mencari
nafkah sekaligus berjuang untuk memperbaiki kualitas pendidikan bangsa. Ayah
dan ibu saya tidak seperti kebanyakan guru (PNS) yang notabennya hidup enak,
tidak usah bersusah payah dalam pekerjaannya dan hanya tinggal duduk manis
menerima gaji tiap bulanya. Ayah dan ibu saya benar-benar menjalankan
profesinya sepenuh hati, tenaga dan pikirannya. “beginilah cara ayah dan ibu
menebus gaji agar rejekinya halal dan barokah” ucap ibu saya apabila saya
bertanya mengapa ibu bekerja begitu keras sampai tak jarang ibu masuk Rumah
Sakit. Saya mempunyai satu orang kakak dan satu orang adik, kakak saya bernama
Ramdhan ia adalah orang yang rajin, soleh dan optimis dia adalah sumber
inspirasi bagi saya. Adik saya bernama Nabila, ia seorang yang multi talenta
dan ia juga dianugerahi bakat yang luar biasa baik dalam bidang seni maupun
akademik sehingga tak heran apabila setengah dari banyak piala di rumah kami
beratasnamakan adik saya. Saya lahir diantara orang-orang yang luar biasa, saya
sendiri adalah orang yang biasa saja, otak pas-pasan, tampang biasa saja, bakat
pun rasanya tidak terlalu menonjol. Namun lagi dan lagi saya dituntut keadaan
agar saya bisa berprestasi seperti keluarga saya. Tuntutan itu lambat laun
menjadikan saya sebagai orang yang memiliki obsesi besar, sejak kecil saya bercita-cita
menjadi dokter. Saya belajar dengan giat, saya berdoa dengan sungguh-sungguh
namun ternyata Allah memiliki rencana indah yang lain dan menempatkan saya di
Fakultas Ilmu Kesehatan di sebuah Universitas swasta. Saat itu saya benar-benar
patah arang, saya masih saja tidak rela melepas cita-cita saya untuk menjadi
dokter, saya hanya diam mengurung dikamar dan menangis hingga kakak saya datang
dan berkata “adikku yang kakak cintai karena Allah, terkadang ketika kita
meminta kepada Allah untuk diberikan kupu-kupu yang cantik Allah memberikan
kita ulat yang menjiijikan,dan ketika kita meminta bunga yang indah Allah
memberikan kita kaktus yang berduri, namun sadarlah suatu saat ulat yang
menjijikan itu akan berubah menjadi kupu-kupu dan kaktus berduri itu suatu saat
akan memberikan bunga yang tak kalah indahnya, hanya saja kita perlu untuk
bersabar menunggu hal yang indah yang pasti Allah berikan karena Allah
memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan semata, kakak
percaya adek mampu bersabar dan tetap bersemangat menjalaninya”. Seketika itu
saya menangis, saya malu kepada Allah karna sempat meragukan kekuasaanNya dan
saya bertekad untuk tetap berjuang dan bersemangat mencari ridho-Nya.
Akhirnya
saya menjadi mahasiswa dan menjadi mahasiswa ternyata tak seperti yang saya
bayangkan, sangat berbeda sekali dengan di SMA dulu. Ada mahasiswa yang hanya
kuliah saja dan langsung pulang (mahasiswa kupu-kupu) dan ada juga mahasiswa
yang benar-benar menjadi pilar bangsa, mereka adalah orang yang berjuang dan
berdakwah di organisasi tanpa mengesampingkan kuliahnya. “saya pilih menjadi
mahasiswa pilar bangsa!” ucap saya dalam hati. Saya bosan dengan Negara yang
semakin lama semakin semrawut, saya capek melihat ketidak adilan dimana-mana,
dan saya muak mengetahui bahwa dimana saja uang yang berkuasa. Sejak pertama
menjadi mahasiswa jiwa nasionalisme saya memuncak dan saya berpikir bahwa saya
harus mencari wadah yang tepat untuk menyalurkannya. Singkat cerita akhirnya
caya memilih IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) sebagai wadah saya dalam
berdakwah dan berjuang untuk kemajuan bangsa.
Dari
IMM saya tahu mengapa kita perlu untuk memiliki idealisme yang tinggi. Mengapa kita
selaku mahasiswa yang berjulukan pilar bangsa perlu untuk menjunjung tinggi
ideologi dan memperjuangkannya. Pertanyaannya adalah “Ditengah hancurnya bangsa
ini siapa lagi yang akan peduli selain kita?” Kita adalah kader bangsa, agen
perubah bagi Negara. Siap mati demi merdeka seutuhnya dan siap mengorbankan
tenaga, pikiran dan perasaan karna kita adalah sang pilar-pilar bangsa yang
siap menopang Negara Indonesia demi terwujudnya ideologi bangsa.
Saya
resah melihat pemerintahan Indonesia yang pejabat-pejabatnya memakai topeng
kepalsuan. Apa yang harus saya lakukan sebagai mahasiswa untuk memberantas
orang-orang keji dan bertopeng yang duduk dengan enaknya di singgasana itu?
Idealisme tinggi saja tidak cukup. Saya hanya seorang mahasiswa baru yang belum
mengerti banyak hal, saya bisa apa? Saya bisa apa? Apa yang akan saya lakukan
dengan idealisme saya? Pertanyaan itu muncul dan terus menghantui pikiran saya.
Saya
mencari-cari jawaban atas pertanyaan itu kemana-mana. Saya membaca buku,
searching, dan saya juga berdiskusi dengan orang-orang yang saya anggap faham
mengenai apa yang menjadi keresahan saya. Sempat terbesit dihati untuk menyerah
dan sempat pula pesimis merajai pikiran. Namun pada akhirnya setelah berdiam
diri memikirkan hal-hal tersebut saya menarik kesimpulan bahwa saya seorang
mahasiswa baru sudah siap menjadi mahasiswa yang terbimbing oleh IMM dan
berjuang bersama IMM menegakkan yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar.
Saya seorang akademisi tentu saja dapat memberikan perubahan melalui tulisan
saya, ucapa saya dan perbuatan saya. Dimulai dari hal kecil, dimulai dari diri
sendiri, dan yang terpenting adalah dimulai dari sekarang untuk memberikan
perubahan yang besar. Kita pegang teguh ideologi kita dan percayakan kepada sistem
yang baik karena hakikatnya sistem dibuat untuk kebaikan, hanya saja orang yang
menjalani sistem tersebut yang menyimpang dan membuat kita mengkambinghitamkan sistem tersebut. Orang-orang bertopeng itu
biarlah dia menerima hukuman dari Allah
SWT karna hanya Allah SWT-lah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil dalam
memberikan hukuman.
Keresahan
yang menyelimuti pikiran saya sudah hilang, saya semakin mantap dalam berjuang
berdkwah bersama IMM, kini setiap langkah yang saya ambil saya dedikasikan
untuk bangsa dan agama.
Senin, 08 September 2014
Ketika cinta salah
Pandanganmu menghangatkan kalbu
Senyuman manis bahagiakan diriku
Terhanyut aku dalam cinta dan kasihsayangmu
Kuberikan senyuman terindahku hanya untumu
Kuberikan cinta putihku untukmu
Kuserahkan hati suciku hanya padamu
Sayang..
Begitu ku panggil dirimu
Cinta..
Begitu perasaanku kepadamu
Kita bersama torehkan bahagia
Kita berdua lukiskan cerita cinta
Kita, hanya kita saling terikat dalam kasih dan sayang
Denganmu kurasakan manis
Bersamamu pula ku rasakan pahit
Sayang..
Bahkan kau tak tahu seberapa dalam perasaanku padamu
Bahkan kau takkan mampu menghitung seberapa banyak cintaku padamu
Kau lah duniaku
Namun sayang..
Sadarkah engkau?
Bahwa cinta kita ini adalah cinta yang salah?
Bukankah lafadz akad belum terucap?
Bukankah tak seharusnya kita begini?
Cintaku kepadamu adalah sebuah kesalahan
Salah, karena melebihi cintaku kepada Rabbku..
Salah, karena melebihi cintaku kepada rasulku..
Salah, karena seharusnya kita bisa saling menyimpan perasaan ini
Hingga lafadz akad telah terucap
Hingga ikatan suci nan mulia telah terjalin
Sayang..
Izinkan aku simpan perasaan ini dalam diamku
Izinkan aku kubur cinta ini dalam indahya penantian
Izinkan aku menjadi fatimah untukmu
Sehingga aku dapat sepenuhnya persembahkan cintaku
Hanya pada Rabbku
Hingga saatnya nanti
Hingga aku siap engkau petik
Menjadi buah termanis dalam kehidupanmu
Menjadi perhiasan terindahmu
Menjadi penjaga kehormatan dan martabatmu
dan Menjadi pendamping hidupmu selamanya
Sayang..
Aku cinta engkau karna Rabbku..
Langganan:
Komentar (Atom)

