Minggu, 14 September 2014

Pertanyaan



Saya tinggal di sebuah kota kecil yang indah dan asri, udara disana masih sangat segar dan belum dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit. Saya diberi nama yang sangat indah bagai bunga cantik yang sedang mekar dan siap untuk menebar keharuman bagi sekitarnya, nama saya 'ro'. Saya adalah seorang anak yang dilahirkan ditengah keluarga yang prestatif, ayah saya adalah seorang guru sekolah dasar dikota kelahiran saya begitu pula ibu saya, beliau berjuang untuk mencari nafkah sekaligus berjuang untuk memperbaiki kualitas pendidikan bangsa. Ayah dan ibu saya tidak seperti kebanyakan guru (PNS) yang notabennya hidup enak, tidak usah bersusah payah dalam pekerjaannya dan hanya tinggal duduk manis menerima gaji tiap bulanya. Ayah dan ibu saya benar-benar menjalankan profesinya sepenuh hati, tenaga dan pikirannya. “beginilah cara ayah dan ibu menebus gaji agar rejekinya halal dan barokah” ucap ibu saya apabila saya bertanya mengapa ibu bekerja begitu keras sampai tak jarang ibu masuk Rumah Sakit. Saya mempunyai satu orang kakak dan satu orang adik, kakak saya bernama Ramdhan ia adalah orang yang rajin, soleh dan optimis dia adalah sumber inspirasi bagi saya. Adik saya bernama Nabila, ia seorang yang multi talenta dan ia juga dianugerahi bakat yang luar biasa baik dalam bidang seni maupun akademik sehingga tak heran apabila setengah dari banyak piala di rumah kami beratasnamakan adik saya. Saya lahir diantara orang-orang yang luar biasa, saya sendiri adalah orang yang biasa saja, otak pas-pasan, tampang biasa saja, bakat pun rasanya tidak terlalu menonjol. Namun lagi dan lagi saya dituntut keadaan agar saya bisa berprestasi seperti keluarga saya. Tuntutan itu lambat laun menjadikan saya sebagai orang yang memiliki obsesi besar, sejak kecil saya bercita-cita menjadi dokter. Saya belajar dengan giat, saya berdoa dengan sungguh-sungguh namun ternyata Allah memiliki rencana indah yang lain dan menempatkan saya di Fakultas Ilmu Kesehatan di sebuah Universitas swasta. Saat itu saya benar-benar patah arang, saya masih saja tidak rela melepas cita-cita saya untuk menjadi dokter, saya hanya diam mengurung dikamar dan menangis hingga kakak saya datang dan berkata “adikku yang kakak cintai karena Allah, terkadang ketika kita meminta kepada Allah untuk diberikan kupu-kupu yang cantik Allah memberikan kita ulat yang menjiijikan,dan ketika kita meminta bunga yang indah Allah memberikan kita kaktus yang berduri, namun sadarlah suatu saat ulat yang menjijikan itu akan berubah menjadi kupu-kupu dan kaktus berduri itu suatu saat akan memberikan bunga yang tak kalah indahnya, hanya saja kita perlu untuk bersabar menunggu hal yang indah yang pasti Allah berikan karena Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan semata, kakak percaya adek mampu bersabar dan tetap bersemangat menjalaninya”. Seketika itu saya menangis, saya malu kepada Allah karna sempat meragukan kekuasaanNya dan saya bertekad untuk tetap berjuang dan bersemangat mencari ridho-Nya.
Akhirnya saya menjadi mahasiswa dan menjadi mahasiswa ternyata tak seperti yang saya bayangkan, sangat berbeda sekali dengan di SMA dulu. Ada mahasiswa yang hanya kuliah saja dan langsung pulang (mahasiswa kupu-kupu) dan ada juga mahasiswa yang benar-benar menjadi pilar bangsa, mereka adalah orang yang berjuang dan berdakwah di organisasi tanpa mengesampingkan kuliahnya. “saya pilih menjadi mahasiswa pilar bangsa!” ucap saya dalam hati. Saya bosan dengan Negara yang semakin lama semakin semrawut, saya capek melihat ketidak adilan dimana-mana, dan saya muak mengetahui bahwa dimana saja uang yang berkuasa. Sejak pertama menjadi mahasiswa jiwa nasionalisme saya memuncak dan saya berpikir bahwa saya harus mencari wadah yang tepat untuk menyalurkannya. Singkat cerita akhirnya caya memilih IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) sebagai wadah saya dalam berdakwah dan berjuang untuk kemajuan bangsa.
Dari IMM saya tahu mengapa kita perlu untuk memiliki idealisme yang tinggi. Mengapa kita selaku mahasiswa yang berjulukan pilar bangsa perlu untuk menjunjung tinggi ideologi dan memperjuangkannya. Pertanyaannya adalah “Ditengah hancurnya bangsa ini siapa lagi yang akan peduli selain kita?” Kita adalah kader bangsa, agen perubah bagi Negara. Siap mati demi merdeka seutuhnya dan siap mengorbankan tenaga, pikiran dan perasaan karna kita adalah sang pilar-pilar bangsa yang siap menopang Negara Indonesia demi terwujudnya ideologi bangsa.
Saya resah melihat pemerintahan Indonesia yang pejabat-pejabatnya memakai topeng kepalsuan. Apa yang harus saya lakukan sebagai mahasiswa untuk memberantas orang-orang keji dan bertopeng yang duduk dengan enaknya di singgasana itu? Idealisme tinggi saja tidak cukup. Saya hanya seorang mahasiswa baru yang belum mengerti banyak hal, saya bisa apa? Saya bisa apa? Apa yang akan saya lakukan dengan idealisme saya? Pertanyaan itu muncul dan terus menghantui pikiran saya.
Saya mencari-cari jawaban atas pertanyaan itu kemana-mana. Saya membaca buku, searching, dan saya juga berdiskusi dengan orang-orang yang saya anggap faham mengenai apa yang menjadi keresahan saya. Sempat terbesit dihati untuk menyerah dan sempat pula pesimis merajai pikiran. Namun pada akhirnya setelah berdiam diri memikirkan hal-hal tersebut saya menarik kesimpulan bahwa saya seorang mahasiswa baru sudah siap menjadi mahasiswa yang terbimbing oleh IMM dan berjuang bersama IMM menegakkan yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar. Saya seorang akademisi tentu saja dapat memberikan perubahan melalui tulisan saya, ucapa saya dan perbuatan saya. Dimulai dari hal kecil, dimulai dari diri sendiri, dan yang terpenting adalah dimulai dari sekarang untuk memberikan perubahan yang besar. Kita pegang teguh ideologi kita dan percayakan kepada sistem yang baik karena hakikatnya sistem dibuat untuk kebaikan, hanya saja orang yang menjalani sistem tersebut yang menyimpang dan membuat kita mengkambinghitamkan  sistem tersebut. Orang-orang bertopeng itu biarlah  dia menerima hukuman dari Allah SWT karna hanya Allah SWT-lah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil dalam memberikan hukuman.
Keresahan yang menyelimuti pikiran saya sudah hilang, saya semakin mantap dalam berjuang berdkwah bersama IMM, kini setiap langkah yang saya ambil saya dedikasikan untuk bangsa dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar